Belajar Membuat Hot Isu di Bangkok

[IMG:menyelesaikan-tugas-kelompok-2-bkk-310512.jpeg]

Krisis komunikasi adalah sebuah bencana bagi setiap korporasi atau lembaga. Jika tidak diantisipasi, bisa meluas dan memengaruhi kinerja serta reputasi lembaga bersangkutan. Membuat hot issues yang menguntungkan lembaga, bisa menjauhkan potensi krisis.

Belajar krisis komunikasi memang penting bagi para praktisi kehumasan (public relations) mana pun. Pasalnya, krisis komunikasi tidak pernah bisa diduga kapan datangnya. Umumnya, krisis komunikasi ditandai oleh munculnya pemberitaan bernada minor terhadap sebuah lembaga yang muncul di media (cetak, online, maupun penyiaran). Bagi banyak pejabat publik maupun manejemen korporasi yang tidak siap menghadapi krisis komunikasi, umumnya mereka menghadapi krisis dengan sikap panik yang sebenarnya tidak perlu.

Salah satu antisipasi menghadapi krisis komunikasi, antara lain bisa dibangun dengan berupaya menciptakan “Hot Issues” melalui media. Begitu pentingnya strategi menciptakan hot issues dan mengelolanya dengan baik, Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat mengajak 26 praktisi kehumasan dari belasan korporasi dan lembaga di Indonesia, untuk bersama-sama belajar dan berbagi pengalaman mengenai “Creating Hot Issues for Building Image through Media” dalam sebuah workshop di Bangkok, Thailand, 29 Mei -  1 Juni 2012 lalu.

“Dengan menciptakan dan senantiasa mengelola hot issues di media, setiap korporasi akan memperoleh manfaat dalam membangun persepsi dan opini publik yang positif melalui media bersangkutan,” ungkap Asmono Wikan, Direktur Eksekutif SPS Pusat mengungkapkan tujuan workshop ini. Hadir sebagai narasumber dalam serial workshop How to Handle Press Well ke-12 kalinya sejak diadakan pertama kali pada Desember 2006, itu adalah Pujobroto (VP Communications Garuda Indonesia), Hari Priyanto (Corporate Secretary Perum Perhutani), Christovita Wiloto (CEO Power PR), dan Wahyu Muryadi (Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO).

Pujobroto banyak menceritakan pengalamannya mengelola berbagi isu strategis hingga penanganan beberapa kali krisis komunikasi yang pernah dialami Garuda. Pun dengan Hari Priyanto. Sementara Wahyu Muryadi membagikan tips menciptakan isu-isu positif yang layak konsumsi media. Sedangkan Christovita Wiloto menampilkan sejumlah hot issues yang menjadi santapan media dalam beberapa bulan terakhir. Salah satu contoh menonjol adalah saat Menneg BUMN Dahlan Iskan “Membebaskan” sekitar 100 kendaraan masuk ke pintu tol Semanggi secara gratis gara-gara kemacetan panjang di pintu tol tersebut 20 Maret 2012.

Hot isu lain adalah “sensasi” Syahrini ketika mengenakan kaos bertanda tangan David Beckam di dadanya saat menyambut kehadiran sang legenda bola Inggris itu di Jakarta.  Juga kasus video lagu yang diunggah Birptu Norman maupun Shinta dan Jojo di You Tube. “Semua itu adalah hot issues yang kalau dikelola dengan baik akan sangat menguntungkan bagi penguatan reputasi tokoh atau lembaga di balik sang tokoh tersebut,” demikian Christov.

Tak cuma “belajar” di kelas. Seluruh peserta pada hari ketiga workshop, Jumat (1/6), diajak panitia untuk berkunjung ke kantor UNESCO perwakilan Asia Pasifik di Bangkok dan melihat dari dekat dapur redaksi Bangkok Post. Serial workshop kehumasan selanjutnya bakal diselenggarakan SPS Pusat di Bali, pada Senin – Rabu, 16 – 18 Juli 2012 mengambil tema “Hak Jawab, Counter Opinion, dan Manajemen Opini Publik”. Jika berminat mengikuti workshop ini, silakan menghubungi SPS Pusat di nomor 021 – 3459671 dan 3811228 dengan Sdri Evi Endranita. ***